Merancang Dunia Digital Tanpa Meninggalkan Siapa Pun
Dalam dunia yang dipenuhi oleh digitalisasi dan inovasi yang bergerak begitu cepat, ada satu pertanyaan sederhana yang sering terabaikan: Bisakah para orang tua menggunakannya?

Ketika teknologi seharusnya menjadi solusi, kenyataannya justru sering menimbulkan frustrasi dan resistensi bagi para orang tua dalam menggunakannya. Gangguan penglihatan membuat teks kecil sulit terbaca dan kontras rendah sulit dibedakan. Penurunan ketangkasan tangan menyebabkan sulitnya menyentuh ikon yang kecil dan rapat. Sementara itu, penurunan kognitif membuat navigasi yang kompleks atau istilah asing membingungkan. Tak jarang, mereka merasa cemas, takut melakukan kesalahan, dan akhirnya memilih menyerah bahkan sebelum mencoba.

Desain antarmuka modern sering kali diasumsikan untuk generasi yang digital savvy, cepat, efisien, dan mampu melakukan multitasking. Namun, laporan WHO yang dirilis pada 1 Oktober 2024 menyatakan bahwa jumlah orang berusia 60 tahun ke atas telah melampaui jumlah anak-anak di bawah usia lima tahun.

Bahkan, pada tahun 2050, populasi lansia diperkirakan akan mencapai 2,1 miliar jiwa secara global. Artinya, para orang tua bukanlah kelompok minoritas. Mereka adalah bagian dari masyarakat kita, yang juga ingin terhubung, belajar, dan hidup mandiri di era digital. Namun, kenyataannya, dengan desain antarmuka yang ada saat ini, mereka justru lebih membuat para lansia sering bergantung pada anak atau cucu mereka, bukan karena tidak mampu, tetapi karena mereka membutuhkan ruang untuk beradaptasi dan belajar dengan nyaman.
Apa yang Harus dilakukan oleh UI/UX Designer?
Perancangan antarmuka digital untuk pengguna lansia membutuhkan pendekatan yang penuh perhatian dan pertimbangan khusus. Tidak cukup hanya dengan membuat desain yang cantik namun harus mengutamakan kesederhanaan (simplicity), kejelasan (clarity), dan aksesibilitas (accessibility). Simplicity berarti menghindari tampilan yang rumit serta meminimalkan fitur yang berlebihan agar tidak membingungkan pengguna. Clarity menekankan pentingnya teks, ikon, dan elemen visual yang jelas, mudah dibaca, serta mudah dipahami tanpa perlu penafsiran yang rumit. Sementara itu, accessibilitymemastikan bahwa setiap orang termasuk mereka yang memiliki gangguan penglihatan, pendengaran, atau keterbatasan motorik dapat mengakses dan menggunakan produk digital secara nyaman, mandiri, dan setara dengan pengguna lainnya.

Selain mengikuti prinsip-prinsip umum dalam desain UI, terdapat beberapa aspek penting lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Salah satunya adalah permasalahan terkait dengan memori dan konsentrasi, yang cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Desain harus meminimalkan beban kognitif dengan navigasi yang sederhana, langkah-langkah yang konsisten, dan informasi yang mudah dikenali tanpa perlu diingat. Motivasi juga menjadi faktor penting yang mana banyak lansia merasa teknologi bukan untuk mereka. Maka, desain yang memberikan rasa aman, kontrol, dan keberhasilan kecil akan sangat membantu membangun kepercayaan diri. Selain itu, kemudahan mendapatkan bantuan, seperti adanya panduan interaktif, tombol bantuan yang mudah diakses, atau fitur bantuan suara; sangat penting untuk memastikan mereka tidak merasa sendirian saat menghadapi kesalahan. Desainer juga harus mempertimbangkan pengalaman teknologi yang sangat beragam di kalangan lansia: sebagian mungkin sudah cukup akrab dengan ponsel pintar, sementara yang lain bahkan belum pernah menggunakan aplikasi sebelumnya. Memahami konteks ini akan membantu menciptakan antarmuka yang inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan nyata para pengguna.
Menjadi Inklusif, Menata Masa Depan Kita
Mendesain untuk lansia bukanlah tentang memberi keistimewaan bagi satu kelompok usia, melainkan tentang memperluas makna bahwa teknologi diciptakan utuk semua orang. Bayangkan dua atau tiga dekade ke depan, saat jari tak lagi lincah, mata mulai letih, dan teknologi terasa asing. Saat itu, kita akan merasakan betapa pentingnya desain yang inklusif. Apa yang kita rancang hari ini bukan hanya untuk orang lain, tapi juga untuk diri kita sendiri di masa depan. Desain yang peduli bukan sekadar memudahkan, tapi memastikan kita semua tetap terhubung, apa pun kondisi kita kelak.
ditulis oleh : Zuli Maulidati, S.Kom., M.Sc